Indahnya Persahabatan
Indahnya Persahabatan
Oleh:Es Setyowati
Di tengah musim semi yang cerah, Li Mei, seorang gadis Cina berusia 21 tahun, tiba di Jepang untuk liburan yang sangat dinantikannya. Ia melangkah keluar dari bandara Narita dengan penuh semangat, disambut oleh angin sejuk yang membawa aroma bunga sakura. Pagi itu, langit biru cerah dan udara segar membuatnya merasa seolah-olah seluruh dunia sedang bersorak untuk kedatangannya.
Li Mei datang ke Jepang bukan hanya sebagai wisatawan, melainkan juga untuk mengunjungi sahabatnya, Aiko, yang sudah lama tinggal di Tokyo. Aiko dan Li Mei pertama kali bertemu di universitas di Beijing, di mana mereka segera menjadi sahabat baik karena keduanya bisa saling mengerti, menghargai dan tenggang rasa. Kini, setelah sekian lama berpisah, mereka berdua bersemangat untuk menghabiskan waktu bersama.
Setelah bertemu di bandara dan berpelukan dengan hangat, Aiko mengajak Li Mei untuk mengunjungi kuil di kawasan Asakusa.
"Kami akan mengunjungi klenteng Senso-ji," ujar Aiko dengan senyum cerah.
"Tempat ini sangat spesial. Aku ingin kamu merasakannya."
Saat mereka memasuki area kuil, Li Mei merasa terpesona oleh suasana yang tenang dan penuh spiritual. Arsitektur tradisional kuil dan suasana khidmat yang menyelimuti tempat tersebut membuatnya merasa terhubung dengan sejarah dan budaya Jepang yang mendalam. Setelah beberapa saat menikmati keindahan kuil, Aiko mengajaknya menuju sebuah altar kecil untuk melakukan ibadah.
"Sebelum berdoa," kata Aiko, "kita harus membasuh tangan di tempat yang disediakan, sebagai tanda kesucian."
Li Mei mengikuti gerakan Aiko dengan cermat, merasakan kesejukan air yang membersihkan tangannya. Setelah itu, mereka membakar dupa dan memanjatkan doa.
"Semoga perjalanan ini membawa kita banyak kebahagiaan," doa Li Mei dalam hati, seraya memandangi asap dupa yang naik ke udara dengan hati yang bahagia.
Setelah selesai di klenteng, Aiko memiliki kejutan kecil untuk Li Mei. Mereka akan menuju suatu tempat di kawasan Shibuya.
"Hari ini kita juga akan belajar ikebana, seni merangkai bunga Jepang. Aku sudah mengatur semuanya," katanya dengan antusias.
Li Mei merasa sangat terhibur. Ikebana adalah sesuatu yang selalu menarik baginya, tetapi belum pernah dia coba secara langsung.
Setelah sampai ke studio ikebana di daerah Shibuya mereka disambut oleh seorang instruktur berpengalaman yang menjelaskan prinsip dasar ikebana, seperti keseimbangan, harmoni, dan kesederhanaan. Li Mei dengan saksama mengikuti arahan dan mulai menyusun bunga dengan penuh perhatian. Selama proses tersebut, ia merasa seolah-olah waktu berhenti, dan setiap gerakan tangannya terasa seperti tarian yang harmonis. Li Mei benar-benar menghayati pelajaran praktek merangkai bunga Ikebana.
"Ikebana bukan hanya tentang merangkai bunga," jelas instruktur, "tetapi tentang menciptakan keindahan dalam kesederhanaan, tentang memahami dan menghormati alam."
Li Mei sangat menikmati pengalaman tersebut. Bunga-bunga yang sebelumnya tampak biasa kini menjadi karya seni yang hidup di tangannya. Aiko, yang juga sibuk merangkai bunga, sesekali melirik Li Mei dengan senyum bangga.
Setelah sesi ikebana selesai, mereka memutuskan untuk menikmati makan siang bersama di sebuah toko roti tradisional Jepang yang terletak tidak jauh dari studio. Toko roti itu terkenal dengan berbagai kue dan roti yang lezat, dan aroma segar dari produk panggangnya menyambut mereka saat melangkah masuk.
Li Mei memesan anpan, roti manis dengan isian pasta kacang merah, sedangkan Aiko memilih melon bread, roti manis berbentuk seperti melon. Mereka duduk di sebuah meja di dekat jendela, menikmati roti dan minuman teh hijau sambil mengobrol.
"Roti ini sangat enak!" kata Li Mei sambil menggigit anpan-nya. "Dan suasananya sangat nyaman di sini."
Aiko tertawa, "Aku juga suka tempat ini. Rasanya seperti pulang ke rumah."
Saat mereka menyantap makanan mereka, Li Mei merasa sangat bersyukur. Liburan ini tidak hanya memberinya kesempatan untuk menjelajahi budaya Jepang tetapi juga untuk mempererat ikatan dengan sahabatnya. Percakapan mereka penuh dengan tawa dan nostalgia, berbagi kenangan lama dan merencanakan masa depan.
Saat matahari mulai terbenam, Aiko dan Li Mei keluar dari toko roti, dengan perut kenyang dan hati penuh riang. Mereka berdua memutuskan untuk berjalan-jalan santai di taman terdekat, menikmati keindahan bunga sakura yang mulai mekar di musim semi.
Li Mei menatap bunga-bunga sakura yang lembut dan berkilau di bawah cahaya matahari sore.
"Terima kasih, Aiko," katanya dengan tulus, "Hari ini sangat berarti bagiku."
Aiko menggenggam tangan Li Mei, "Aku juga senang kamu datang. Ini hari yang indah, dan masih banyak petualangan yang menanti."
“Oh, ada satu yang tidak boleh terlewatkan,” kata Li Mei
“Apa itu, Li Mei?”
“Aku ingin menyempatkan belanja suvenir khas Jepang untuk sahabatku, Ling.”
“ Baik nanti kuantar, tinggal pilih saja! “Di sana ada yukata, sensu, tenugui, gamaguchi dengan harga yang terjangkau.”
“Benarkah?” Mata Li Mei melirik pada Aiko dengan penuh selidik.
“Hmm ... Aiko tersenyum geli memperhatikan ulah Li Mei.”
Dengan senyum lebar dan semangat yang tinggi, mereka melanjutkan langkah, siap untuk menghadapi sisa hari-hari liburan dengan semangat yang sama.
Comments
Post a Comment