Sekeping kisah di Bulan Mei👉day 10,13,14
Ibu Penyejuk Jiwaku
Oleh:Ea Setyowatie
Senyum teduh itu telah merontokkan hati yang memanas. Langkah-langkah berani digenggam dengan sepuluh jari menyatu dalam raga, menyalakan semangat juang meraih cita dalam hidup. Tiada pernah menolak kerja sekeras, sesulit apa pun, tiada pantang menyerah dengan pijakan bahwa kerjaan yang dilakukan halal.
Peluh bercucuran, terus melangkah menyelesaikan tugas dengan semangat yang tak.pernah padam. Di pundaknya ada banyak beban tetapi tetap tersenyum sepanjang masa. Duka mendera tidak di rasa asal buah hati tiada haus dan lapar.
Dia terus berputar menelusuri jalan melingkar. Kadang jemu membelukar dalam benaknya namun, selalu tiada pernah dihiraukan. Fokus pada tujuan merajut cita-cita yang dititipkan pada buah hatinya.
Lelah seakan terbayar bila sampai di rumah buah hati menyambutnya dengan ramah. Segelas minuman penyegar dahaga diaturkan sang putra putri.
Anaknya yang pemurah senyum selalu menyambut ibunya dengan ucapan alhamdulillah, Ibu sudah kembali ke rumah. Kemudian anaknya bercerita tentang belajar di sekolah bersama teman-temannya.
Katanya," mereka saling mengasihi dan menghormati meski berbeda latar." Lalu si anak menunjukkan lembaran ulangan dengan angka 100 tertulis di pojok kanan atas.
Ibunya tersenyum bahagia namun, memberi nasehat jangan cepat puas. Karena hidup yang sebenarnya tidak tergantung berapa angka yang diperoleh tetapi attitude juga memegang peran penting.
Semakin banyak rintangan yang akan dihadapi seiring dengan kemajuan zaman. Tapi engkau tidak akan ketinggalan selama semangat belajarmu tak pernah punah kemudian berserah diri pada Zat Yang Maha Pemurah.
#meinulis
#meinulishari10
Impian Subroto
Oleh : Es Setyowati
Dengan memakai pantalon dan kemeja Subroto mematut diri di depan cermin, senyumnya semringah terpancar rasa syukur yang amat dalam dari wajahnya. Berkali-kali kalimat thamid keluar dari bibirnya dan rasa bahagia memenuhi seluruh jiwanya.
Laki-laki muda itu segera bergegas menuju dapur untuk sarapan bersama simboknya dan bapaknya. Wajah kedua orang tuanya sangat bangga dengan keadaannya anaknya saat ini yang telah bekerja di sebuah instansi. Jerih payah orang tuanya telah membuahkan hasil menjadikan, Subroto menjadi seorang yang beradap dan berilmu.
Disisi lain ingatan Subroto kembali ke masa lalu dan menitikkan air mata melihat dirinya saat ini, adalah impiannya yang ditanam dalam pikiran bertahun -tahun lalu sewaktu masih kecil. Kelak jika dewasa, Dia ingin bekerja memakai celana pantalon dan kemeja. Dia sangat senang melihat seseorang memakainya dalam imajinasinya seseorang tersebut bisa bergerak dengan cepat.
Suatu hari Subroto kecil mengungkapkan impiannya pada bapaknya.
"Bapak, bisakah saya kelak memakai pantalon dan kemeja saat bekerja, seperti yang dipakai bapaknya Dani?" tanyaku
"Tentu saja bisa Nak, asal kamu berilmu. Belajarlah yang rajin dan pandailah membaca. Bapak dan ibu akan membantu mewujudkan impianmu.''
Suara jam dinding berdentang mengejutkan Subroto sekaligus menyadarkan diri bahwa sudah waktunya berangkat kerja. Segera laki -laki yang memakai pantalon berkemeja biru menyelesaikan sarapan kemudian mengecek keperluan yang akan dibawa.
Langkahnya menuju kepada simbok dan bapaknya. Pak, saya berangkat kerja dulu. Terima kasih Pak telah membantu mewujudkan impian saya.
Bu, saya berangkat dulu, terima kasih Ibu telah melangitkan doa untukku dan selalu memberi semangat.
Gresik, 26-05-2O24
#meinulis
#meinulishari13
#tema
#pantalon
Mengubah Hidup
Oleh: Essetyowatie
Aku kembali ke Jl. Mawar untuk mencari Bu Yayuk pemilik rumah makan "Berkah" dan aku benar-benar dibuat bingung seperti di tempat asing. Suasananya sudah berubah, rumah makan Bu Yayuk tidak kutemukan, banyak bangunan baru bediri.
Satu-satunya tempat yang masih kukenali adalah Bengkel Cokro. Aku melangkah ke bengkel tersebut untuk mencari informasi di mana keberadaannya Bu Yayuk owner rumah makan "Berkah". Beruntung bertemu Pak Karim pemilik bangkel tersebut, kerutan di wajahnya sudah tampak tapi fisiknya masih kuat dan langkanya tegap.
"Pak Karim, bagaimana kabarnya keluarga Bu Yayuk?" tanyaku
Saat kusapa beliau tidak mengenaliku tetapi saat aku menceritakan identitasku beliau langsung mengingatku. Sejenak beliau bergeming kesedihan tampak di raut wajahnya dan pandangannya menerawang jauh. Melihat itu firasatku tidak enak.
"Apa yang terjadi dengan Bu Yayuk sekeluarga, Pak?" kuulangi pertanyaanku lagi.
"Eh, maaf bukannya enggak dengar tapi mendengar nama Bu Yayuk saya kembali sedih. Dua tahun yang lalu, sebuah Truk dengan kecepatan tinggi oleng kemudian menabrak rumah makan "Berkah" dan menelan tujuh korban meninggal termasuk keluarga Bu Yayuk."
"Innalillahi wainna illaihi roji'un ikut berduka cita."
Aku langsung lemas mendengar berita itu. Aku menangis dan dadaku terasa sesak. Ya, Tuhan, aku belum bisa membalas kebaikannya dan saya ingin sekali membalasnya namun, Tuhan berkehendak lain. Ya, Allah, aku hanya bisa mendoakan dan aku akan melakukan kebaikan atas nama beliau. Semoga Allah menerimanya.
Karena kebaikan keluarga ini anak sebatang kara seperti aku mampu mengubah hidup
#meinulis
#meinulishari14
Comments
Post a Comment