Sekeping Kisah di Bulan Mei hari ke06-09
NostalgiaTelepon Coin
Oleh:Es Setyowatie
Aku membuka tasku untuk mencari hand phone dengan teliti tetap saja tidak ketemu. Oh, Tuhan, dimana HPku?
Sejenak aku mengingat kembali, sebelum berangkat kerja. Satu persaru kejadian tadi pagi sampai saat ini aku telusuri kembali, hasilnya nihil .
Aku tidak bisa menemukan memoriku yang mengarah kemana HPku berada. Padahal HP itu akan kupakai untuk menelopon orang rumah karena dokumen sangat kuperlukan dan ketinggalan di rumah. Jarak rumah dan tempat di mana aku berhenti sudah jauh sehingga jika mau kembali ke rumah bisa dipastikan akan terlambat sampai di kantor.
Anganku melayang ke masa lalu seandainya masih ada telepon coin tentu aku bisa memakainya untuk menelepon orang rumah. Namun, rasanya mustahil karena telepon coin sudah tidak ada. Keberadaanya sudah termasuk dalam sejarah dunia komunikasi.
Telepon coin saat itu sangat memudahkan untuk berkomunikasi bagi yang tidak mempunyai telepon di rumah atau yang ada di jalan tetapi ingin berkomunikasi dengan orang lain. Lokasi penempatan biasanya di tempat umum atau di pinggir jalan.
Cara memakainya dengan memasukkan koin ke telepon yang sudah dirancang khusus. Panggilan akan usai bila waktu yang diberikan dari memasukkan coin tersebut habis dan bisa diperpanjang bila menambah coinnya.
Penggunanya kadang sampai antri dan sesekali juga sepi.
Lamunanku berhenti saat ada suara klakson sepeda motor dan berhenti di dekatku. Eh, ternyata teman kerja.Setelah aku bercerita kemudian meminjam HPnya. Akhirnya masalahku bisa teratasi bisa tepat waktu sampai di kantor.
#meinulis#meinulisHari07
Hari ke👉08 Menghindar
Oleh: Es Setyowatie
"Halo Vika!"
"Halo Nindi!"
"Vika, apakah kamu dapat undangan dari Bani, mantamu? Minggu depan dia mau nikah," tanya Nindi.
"Aku dapat undangannya, bagaimana denganmu? Apakah dapat undangan juga?" tanya Vika
"Dapatlah, kupastikan kalau tidak ada aral melintang aku datang. Sayang sekali, kalau tidak hadir. Ingin kusaksikan aura di wajahnya, adakah rasa penyesalan atau biasa -biasa saja atau mungkin malah rasa tidak bersalah, setelah berkhianat padamu," jawab Nindi dengan luapan emosi.
Nindi dan Vika memang bersahabat sejak kecil. Nindi merasa tidak terima sahabatnya dikhiati oleh suaminya sendiri dan berujung ketuk palu. Nindi tahu kalau Vika sangat menyayanginya namun, pengkhiatan tidak berujung membuat Vika yang semula lemah menjadi tegar.
"Sudahlah, Nindi, semua sudah berlalu. Aku ucapkan terima kasih atas nama persahabatan kita untuk empati yang selalu berkobar." Vika menggenggam tangan Nindi dengan erat.
"Aku tidak akan datang ke pernikahannya Bani. Alasannya klise saja. Ketenangan hatiku tidak mau terusik kembali setelah aku berusaha sekuat tenaga untuk melanjutkan hidup. Aku menyayangi diriku sendiri dan aku tahu bagaimana harus bersikap terhadap Mas Bani."
" Sebagai sahabat aku memahami apa yang kamu rasakan, aku salut denganmu Vika. Apa pun yang telah kau putuskan demi kebaikanmu, aku akan mensupportnya. Jangan lupa aku selalu ada untukmu."
"Terima kasih Nindi atas pengertianmu. Memang terkadang kita perlu menjauh dari seseorang bukan karena kita membencinya namun, hanya mengambil sikap yang terbaik demi menjaga sebuah hati."
Gresik, 12052024
#meinulis#meinulisHari08
Hari ke-09👉Kurir di Waktu Senja.
Oleh: Es Setyowatie
Hujan mulai pagi belum juga reda, padahal sekarang sudah pukul 16.00 WIB. Aku merasakan udara semakin dingin terdengar pula suara denting air yang jatuh di atas genting juga di ranting pohon.
Untuk menghalau rasa dingin imajinasiku mengatakan alangkah nikmatnya jika secangkir kopi untuk menghangatkan badan disaat senja yang gerimis ini. Aku bergegas pergi ke dapur menyalakan kompor untuk merebus air.
Satu saccet kopi kutuang dalam cangkir sambil menunggu air mendidih. Aroma kopi menguar menenangkan jiwa kala kuhirup.
Secangkir kopi telah memberi sensasi hangat ditengah dinginnya suasana hujan sore itu.
Aku menikmati kopi yang masih hangat, tiba-tiba dering bel berbunyi. "Siapa yang akan bertamu hujan- hujan begini?" tanyaku dalam hati.
Aku bergegas menuju pintu pagar untuk mengecek siapa yang datang. Oh, ternyata seorang kurir telah berdiri lengkap berpakaian anti air dan tangan kanannya memegang paket.
"Selamat sore, Mbak Vidi! Ada paket ,'' kata kurir itu.
Sejenak aku bengong, dari mana orang ini tahu namaku , soalnya hanya teman masa kecil saja yang memanggilku, Vidi, tetapi aku begitu familiar dengan suaranya
"Vidi, kamu lupa sama aku! Aku Brahma, teman SD sampai SMP," ucapnya.
Seketika aku sadar kalau itu Brahma. Oh, Brahma apa kabarmu?
"Ayo masuk dulu!"
" Kabarku baik. Terima kasih, lain waktu aku pasti ke sini. Hari ini kiriman masih banyak. Oh, ya ini nomer teleponku. Aku tunggu miss call darimu." Kemudian paket aku terima dari Brahma.
Brahma sudah pergi dan aku masih mematung di situ tanpa kusadari ingatanku kembali masa silam. Brama yang paling ganteng di sekolah telah mengirim surat cinta kepadaku, dan aku belum membalasnya karena Brahma keburu pindah mengikuti orang tuanya tugas.
Kini Brahma datang lagi berwujud kurir ganteng mengantar paket ke rumahku. Mungkinkah Brahma masih naksir? Ah buru-buru aku menepis pikiran yang konyol.
#meimenulis
#meitulislhari09
Comments
Post a Comment