Sekeping Kisah di Bulan Mei bagian ke4-6.

 Kisah ke -4👉Teman Sejati





Oleh:Es Setyowatie


"Apakah Aku  bisa  bermalam di rumahmu, Heri?" tanya Tejo.


"Apa?  bermalam di rumahku. Maaf,  tidak ada kamar kosong." Heri menjauh dari Tejo. Spontan Tejo  meraih tangan Heri


" Ada apa lagi, tidak  perlu aku mengulangi perkataanku. Lepaskan atau aku berteriak pencopet." Secepat kilat Tejo melepaskan tangannya.


"Kenapa  perlakuanmu seperti ini ? Bukankah  kita teman ?" tanya Tejo


"Itu dulu, sekarang kita  tidak lagi teman karena kamu sudah pailit." Heri berlalu meninggalkan Tejo sendirian di pinggir jalan.


Tejo bergeming mendapat perlakuan seperti itu.  Dia bermonolog," Jelek sekali karakter Heri, hanya mau berteman  disaat aku sukses, kemudian menjauh saat aku jatuh. Ternyata pertemanan Heri hanya sekulit ari."





Kemudian Tejo menyelusuri  jalan   dan akhirnya ketemu masjid, maka masuklah  ke masjid untuk salat isyak. 

Ketika Tejo menuju serambi masjid tiba -tiba seseorang menyapanya.


"Assalamualaikum!"


"Waalaikumsalam !"


"Jo, Apakah benar kamu Tejo?" tanya orang itu


"Iya saya Tejo. Maaf, siapa ya?"


" Aku Madi. Dulu yang selalu kau bonceng waktu sekolah karena aku tak punya ongkos untuk naik angkot. Apakah sudah ingat?" 


"Oh, iya! Aku ingat! Wah,  kamu banyak berubah  hingga aku lupa. Kelihatannya kamu sudah sukses sekarang."


"Ah, Biasa saja. Bagaimana denganmu?"


"Nasibku lagi di bawah, aku bangkrut dan teman-teman meninggalkanku, tidak satu pun yang maumembantu. Padahal waktu Aku  masih berjaya mereka kuangkat menjadi tangam kananku dan teman-teman yang belum mendapat pekerjaan kutarik menjadi rekan kerjaku."


"Ikut prehatin, semoga ekonomimu lekas membaik. Tetap semangat! Memang Tejo, sangat mudah mencari teman di meja makan dan hanya sedikit teman  saat kita jatuh, yang sedikit itulah teman sejati. Terus, di mana  sekarang tempat tinggalmu ?"


"Aku tidak punya tempat tinggal dan tidak punya pekerjaan. Harta kekayaanku disita," kata Tejo. 


" Ayo ikut aku saja, mari kita berjuang sama-sama."


"Terima kasih, Madi. Kamulah teman sejatiku."

Gresik, 04-05-2024

#meinulis#meinulishari04

🌹🌺🌹🌺🌹


Kisah ke-5👉Guru Ada di Mana?




Oleh: Es setyowatie


Guru adalah cahaya dunia yang  menerangi  sudut-sudut  kehidupan  sepanjang masa. Apa jadinya bila guru tidak ada? Dunia akan menangis karena peradaban  akan digulung kebodohan kemudian lenyap.


Betapa pentingnya kehadiran  guru untuk mengajar para murid-murid yang bertebaran di seluruh pelosok negeri agar mempunyai  skiil yang memadai.  Murid -murid yang awalnya tidak bisa  cara  membaca buku, gurulah yang mengajarinya kemudian meluas  untuk membaca yang tersirat maupun yang tersurat.


Guru hadir tidak hanya di sekolah formal, tetapi juga ada di sekolah non formal seperti guru mengaji ,guru les berbagai ketrampilan, guru les untuk olahraga. Ibu rumah tangga hakekatnya juga seorang guru bagi anak-anaknya juga bagi lingkungannya.


Seorang ibu sadar atau tidak sadar merupakan guru yang pertama bagi anak-anaknya. Dia mengajari cara menyuap makanan,  berbicara,  cara berjalan,  cara  berinteraksi timbal balik. Menilik semua itu, rumah adalah sekolah pertama bagi anak-anak dan yang menjadi guru di rumah adalah  ibu  dan ayah.


Di lingkungan tempat tinggal  terkadang ada orang  yang dituakan, biasanya disebut orang sepuh( bahasa jawa), yang mempunyai pengalaman kehidupan dan dianggap sebagai guru karena banyak memiliki nasehat. Mengamati hal tersebut sebenarnya kita bisa sebagai murid disuatu kesempatan dan kita bisa juga menjadi guru dikesempatan yang lain. 


Menarik sebuah kesimpulan  dari kalimat diatas antara guru dqn murid  sikap yang baik adalah kita saling menghormati dan menyayangi. Yang muda menghormati yang tua dan yang  tua menyayangi yang muda karena setiap orang adalah guru dan sekaligus murid juga.

Gresik,05-05-2024

#meinulis#meinulisHari05


🌹🌹🌹❤️🌺🌹❤️🌺🌺🌺


Kisah ke-6👉Mira




Oleh:Es  Setyowatie


Aku terpana  melihat seorang perempuan  duduk di kursi  yang tidak ada sandarannya.  Perempuan berdaster merah itu badannya kurus, wajahnya tirus,  dan tangan kanannya  tertopang pada tonggkat yang bawahnya ada penyangganya. Dia ada di teras rumah  yang akan kutuju yakni sahabatku, Mira.


Saat Aku mengucapkan salam dia menjawab, tetapi suara sangat  lirih dan tidak jelas kalau tidak memperhatikan gerakan mulutnya. Gestur tubuhnya mempersilakan aku masuk.


Aku buka pintu pagar  untuk menuju teras. Sampai di teras, dia tersenyum padaku dan aku pun tersenyum padanya sambil menganggukan kepala.

"Selamat sore, Bu! Apakah Mira ada di rumah?" tanyaku 


Dia bergeming memandangiku  dengan penuh tanda tanya, seperti heran. Membaca bahasa tubuhnya aku buru buru mengenalkan diri.


"Maaf,Bu. Saya Henik Sahabatnya Mira," kataku


Perempuan itu masih bergeming, lalu tersenyum lagi. Dalam hati aku berkata," senyumnya seperti Mira, tetapi fisiknya bukan."


Dalam kebingunganku aku dikejutkan oleh suara perempuan berdaster merah itu.


"Heni, kamu tidak mengenaliku lagi. Aku Mira, sahabatmu." Dia berdiri dan memelukku.


Aku terperanjat kemudian membalas pelukan Mira. Selang beberapa menit pelukan kami mengurai kemudian Mira mengajakku masuk ke rumah.


" Apa yang terjadi Mira? Aku sampai tidak mengenalimu kecuali senyummu."


"Aku sakit, Heni. Aku tidak bisa menerima kenyataan atas takdir yang menghampiriku.  Satu tahun yang lalu, keluarga intiku telah berpulang  karena kecelakaan pesawat. Pesawat yang di tumpangi jatuh di laut, tidak ada satu pun yang selamat.  Pikiranku tidak bisa lepas, dari peristiwa itu, hingga aku mengabaikan  kesehatanku. Berbagai penyakit datang  dan aku susah makan. Tolong aku Heni, agar aku bisa menguraikan masalah dan bisa menerima  realitai."


"Mira,  sesulit apa pun, hidup harus di pertahankan!  Jauhkan  berputus harapan, sahabatku. Allah tidak suka pada orang yang berputus harapan. Aku akan ada untukmu, sekarang  dengarkan aku!  Ganti pakaianmu! Ayo kita healing supaya  hatimu senang."

Gresik, 06-05-2024

#meinulis#meinulisHari06

Comments

Popular posts from this blog

Reading Slump

Parenting Memahami Anak Usia Dini

Sehat ala Rasolullah Bisa Hidup Tenang