SEPEDA ( CERPEN)

 Sepeda




Oleh :Es Setyowatie

Ini merupakan sepeda legendaris    bagi keluargaku. Sudah sekian puluh tahun sejak  ayah menghadap kepada-Nya sepeda itu jarang dipakai lagi. Namun aku masih tetap merawatnya dengan membersihkan secara berkala dan memberi  oli pada rantainya. 

Saat melihat sepeda itu anganku diajak kembali ke masa lalu ketika aku masih kecil. Senang sekali dibonceng ayah pergi ke rumah nenek. Melewati jalan yang kanan kirinya berupa sawah dan pohon pohon yang rindang. Aku juga bisa melihat banyak orang yang bekerja di sawah. Terus ayahku sambil bercerita kalau nenek dan kakek seorang petani. 


 Ayahku sangat disiplin dan selalu mengerjakan pekerjaannya dengan sungguh sungguh. Bentuk disiplin dilakukan dengan cara merawat barang yang dimiliki dengan baik. Selain itu selalu menyiapkan apa yang akan dikerjakan esok hari  pada malam harinya.

Sepeda itu yang selalu mengantarkan ayah bekerja. Ayahku bekerja di Puskesmas  dan mempunyai hobi bercocok tanam yang dilakukan saat wakru senggang, yakni sore hari atau minggu.  Sepeda itu selalu mengantarkan ayahku bekerja dan tasnya diletakkan di boncengan sepeda.  Waktu itu ayahku sering diminta tolong oleh tetangga bila tetanggaku sakit untuk sekedar memberi nasehat  tentang kesehatan. Mungkin karena  ayahku bekerja di puskesmas. Aku bangga pada ayahku.


 Sepeda ayah  khusus untuk laki-laki sehingga aku sebagai  anak perempuan tidak diperbolehkan mengendarainya. Kata ayah," Akan kesulitan bila dipergunakan  anak perempuan."

Sepeda itu dilengkapi bel yang digunakan untuk memberi isyarat pada orang yang berjalan di depannya  agar minggir untuk memberi kesempatan  sepeda lewat. Kring kring kring begitulah bunyinya. Aku juga senang memainkannya saat sepeda itu tidak dipakai. Bila ayah mendengar bunyi bel yang aku mainkan ayahku hanya tersenyum saja dan diselipkan doa semoga kelak kamu bisa mempunyai alat transportasi yang lebih bagus. Senang sekali waktu ayah mengucapkan doa seperti itu.  Aku semakin senang untuk memainkan bel sepeda karena ayahku selalu mengucap hal yang sama berupa doa-doa yang baik.


Aku sangat terharu kala mengingat semua itu. Tanpa terasa kebiasaan ayah itu menular padaku. Hingga saat ini aku masih merawat sepedanya dan hebatnya sepeda itu masih bisa digunakam. Tentu saja anak laki lakiku yang menggunakan kalau ditarik garis adalah cucu ayah. Namun, sepeda itu kembali jarang digunakan  ketika anakku kuliah di luar kota. Bapaknya anak -anak yang kadang memakainya 


Kini doa ayah yang sering diucapkan waktu aku masih kecil sudah terkabul karena aku sudah memiliki alat transportasi yang lebih cepat dan nyaman digunakan dari pada sepeda. Mengingat itu air matuku selalu mengembun dan rasa sayang  pada ayahku bercampur haru tumbuh menjadi satu.

Walau ayah sekarang telah berada di sisi-Nya aku selalu mendoakan setiap usai salat wajib yang kukerjakan. Kalau aku kangen berat aku mengunjungi pusara ayah berdoa di samping pusaranya dan untuk mempercantik makam ayah aku selalu menaburkan bunga yang berwarna warni dengan bau yang harum. Ayah memang telah tiada namun, kenangan ayah akan selalu hidup  dalam jiwaku dan sepeda itu selalu mengingatkan akan perjuangan ayah dalam membesarkan buah hatinya.


Terima kasih ayah, atas semua yang telah engkau wariskan padaku, berupa kedisiplinan, kerja keras dan doa doa yang baik. Warisan nasehat  ayah sekarang telah hidup dalam jiwaku dan tentu akan kuwariskan lagi pada cucu-cucu ayah. 

Untuk kembali mengenang ayah aku dan suami naik sepeda pergi ke pusara Ayah untuk mendoakannya . Kring kring kring itulah bunyi bel seeda yang ku suka


Gresik, 7052024








 


Comments

Popular posts from this blog

Reading Slump

Parenting Memahami Anak Usia Dini

Sehat ala Rasolullah Bisa Hidup Tenang