Cerpen~SENJA DI SUNGAI BIRU

 #Kebodohan_terbesar


Senja di Sungai Biru



Picture: by google 



Penulis: Es Setyowatie


 


Wajah Samsiyah semringah kala memasuki ruang kerjanya. Saat ini hati dipenuhi bunga-bunga yang wangi.  Kemarin senja saat di taman kota dekat Sungai Biru, Ristanto memberi kabar gembira kalau ia mau melamarnya seminggu lagi.


 Waktu itu semburat jingga sang surya terpantul di air sungai membiaskan warna keemasan. Gradasinya semakin cantik saat menerpa wajah Syamsiyah yang tersenyum malu. Senja sebagai saksi janji Ristanto pada Syamsiyah.


Syamsiyah mengenal Ristanto   setahun lalu  sebagai rekan kerja satu kantor. Karena sering berdiskusi masalah pekerjaan diam - diam hati Syamsiah  timbul rasa suka.  Namun, Syamsiah tahu diri tidaklah mungkin mengungkapkan. Rasa malu terbayang dipikirannya.


Tidakkah ini “seperti pungguk merindukan bulan.” Akan tetapi, seperti sebuah keajaiban “Pucuk dicinta ulam tiba.” Syamsiyah mendapatkan lebih dari apa yang diharapkan. Ternyata Ristanto juga menyukainya jadi tidak bertepuk sebelah tangan


“Duh,  wajahnya seperti bulan purnama terlihat berseri. Seperti akan dipinang sang pujaan hati,” goda Murni, temannya.


Sapaan Murni itu membuat  terkejut dan segera sadar dari lamunannya. Syamsiah malu saat   tertangkap basah tersenyum sendirian. 


“Apa sih, Murni, ini biasa saja tidak ada yang istimewa,” kata Syamsiyah.


“Kabar burung yang kutangkap katanya mau dilamar, benar ‘kan?Semoga acaranya lancar tidak ada halangan sampai hari H.” 


“Terima kasih doanya,” kata Syamsiyah


“Selamat ya." Murni merapat sambil menjabat tangan Syamsiah yang terlihat bahagia. Ia sangat menyayangi Syamsiyah yang  separuh tujuan hidup hampir terlaksana. 


*** 


Hari yang dinanti telah tiba, persiapan  di rumah Syamsiyah untuk menyambut tamu sudah selesai.  Namun, telah dua jam dari jadwal yang ditentukan,  Ristanto dan keluarganya belum juga hadir. 


 Ada apa ini? Ditelepon juga tidak diangkat walaupun, seperti ada nada tunggu, kemudian di matikan. Dicobanya untuk  telepon kembali dan didapati bahwa teleponnya  tidak aktif lagi. 


“Oh,  Tuhan, “ desah Syamsiyah dalam gelisah. Kedua orang tua Syamsiyah bisa memahami bagaimana perasaan putrinya. Syamsiyah khawatir dan juga cemas mulutnya berkomat kamit melafalkan doa. Semoga semuanya baik -baik. Ibunya merangkul memberi kekuatan


“Kalau dilihat situasinya ayah yakin, ia tidak akan datang hari ini.  Syamsiah!  ayah harap belajarlah  melupakan Ristanto, “ Nasehat ayah pada  Syamsiah 


Dengan wajah sedih dan air mata sudah membasahi pipinya, Syamsiah menganggukan kepala terus menuju ke kamar. Dalam kamar ditumpahkan seluruh  keluh kesah yang menyesakkan dada.  Mengapa Ristanto begitu tega memperlakukan semua ini padaku. “Apakah ia sudah tidak  sayang lagi padaku?Lantas apa maksudnya ia mengatakan semua ini?”


**** 


Pagi hari, meskipun matahari bersinar cerah  rasa kecewa masih terlihat di wajah saat Syamsiah  ketika memasuki ruang kerjanya. Wajahnya seperti dilipat, senyumnya disembunyikan jauh di lubuk hatinya. 


“Siya, aku ikut prihatin tentang apa yang telah menimpamu. Akan ada hikmah dibalik semua kejadian.” Kata Murni  sambil memeluk Siya. Siya adalah panggilan akrab Syamsiyah. 


“Terima kasih  atas simpatinya,  semoga aku diberi kesehatan dan kekuatan.”


“Kamu pasti kuat. “


Tiba-tiba  telepon di atas meja berdering,  bergegas Murni mengangkatnya. 


“Iya, selamat pagi Pak!”


“Tolong sampaikan ke Syamsiyah, untuk segera datang ke ruang direktur utama. Sekarang  ya!”


“Siap pak,  pesan segera kami laksanakan. “


Kemudian teleponnya di tutup. 


“Siya,   cepat rapikan wajahmu!  Sekarang juga kamu diminta datang di ruang direktur  utama.”


“Iya,  terima kasih informasinya.”


Saat  sudah di ruang direktur, dilihatnya seorang pemuda kira-kira tiga tahun lebih tua dari Syamsiyah. Dia duduk di sofa  yang letaknya di samping  meja direktur. Di depan sofa terdapat meja yang berisi vas bunga sebagai pemanis ruangan. 


“Baiklah karena sudah lengkap segera saya mulai rapat hari ini,” kata pak direktur 


“ Perkenalkan Syamsiyah ini Pak  Nugroho yang akan menggantikan Ristanto.” Syamsiah menganggukkan kepala dan menerima jabat tangan Pak Nugroho.  


Hatinya bertanya kemana perginya Ristanto? Dipendam rasa ingin tahunya   karena ini pertemuan yang sangat resmi. Namun,  rupanya rezeki  Syamsiah  memang sedang baik,  tanpa menunggu lama  sudah tahu kemana perginya Ristanto. 


Berita ini sungguh mengagetkan hati Syamsiah, ternyata Ristanto  berurusan dengan pihak  berwajib dengan kasus korupsi. Ia menggelapkan uang perusahaan ratusan juta untuk kehidupan mewahnya dengan istri kedua. Sedangkan istri pertamanya lagi menunggu persalinan anak yang kedua. 

Bagaikan disambar petir, hati Syamsiah bergetar mendengar berita itu ditahannya rasa gemetar   agar tidak terlihat gugup. Ia berusaha menguasai diri  agar ombak yang menghantam hatinya  tidak memporak porandakan jiwa. 


Tamat



Gresik,  20 Juli 2022


.

Comments

Popular posts from this blog

Reading Slump

Parenting Memahami Anak Usia Dini

Sehat ala Rasolullah Bisa Hidup Tenang